Begini ya rasanya terjebak pada pilihan? Bukan karena
dihadapkan begitu banyak pilihan tetapi karena nyaris tak bisa memilih karena
tak punya pilihan apapun. Terlebih lagi pilihan itu tidak menyenangkan.
Sejatinya saya bukan orang yang gemar dihadapkan dengan pilihan macam-macam
kalau toh satu pilihan saja sudah memusingkan. Sebab memilih bagi saya setara
dengan menentukan jalan buat hidup saya. Satu pilihan akan membuka
pilihan-pilihan lain. Satu jalan akan membawa langkah saya semakin jauh
menemukan jalan lain yang sayangnya saya tidak tahu apakah jalan itu benar
jalan yang ingin saya tuju. Saya sendiri bukan orang yang jago dalam hal
memilih. Bukan pula orang yang bisa diandalkan dalam menetapkan sebuah pilihan
dan keputusan. Saya seringkali pusing sendiri hanya karena selera rasa saya
yang aneh. Sering berganti-ganti. Saya seringkali “disesatkan” oleh perintah
otak saya sendiri. Begitulah, bagi saya memilih tak pernah terbilang mudah.
Apalagi saya tak punya kuasa untuk memilih, bahkan hanya untuk sekedar mengatakan
kata “tidak”. Sejatinya dalam proses pemilihan hanya ada dua pilihan. Iya atau
tidak. Namun ketika dalam peroses pemilihan tersebut jawaban kita nyaris tak
bakal diperhitungkan, apa guna kita mempunyai hak pilih? Apa guna kita
disodorkan pada pilihan iya dan tidak yang nilainya semu semata? Dalam hal ini
pilihan apapun nyaris tak berarti. Kuasa telah memegang kendali. Dan saya telah
mati tanpa pilihan yang bisa saya pertimbangkan. Karena dalam hal ini tak
pernah ada yang namanya proses pemilihan. Jual beli sudah dipatenkan. Tak boleh
ada tawar menawar. Tak boleh mengkalkulasi untung-rugi. Semua sudah beroperasi
layaknya pasar pagi.
No comments:
Post a Comment