Kalaulah boleh aku meminta pada-Mu, aku ingin setiap saat
Kau menghadirkan titik nol dalam setiap detikku. Sebab hanya dengan begitu aku bisa
mengosongkan jiwaku. Berpasrah pada-Mu. Menerima takdir-Mu sebagai jalan hidup
yang tak ingin kutolak, tak ingin kuhindari. Hingga segalanya bisa kuterima sepenuhnya
dengan lapang dada dan hati terbuka. Tak ada sesal yang menyelimuti. Tak ada
sakit yang menunggu sembuh. Sepenuhnya bisa kunikmati.
Kusadari bahwa segala hal yang terjadi dalam hidupku adalah
kontrak hidup yang sudah Kau goreskan. Tak sedikitpun aku mampu menghindarinya.
Tak sefase pun aku bisa melewatkannya. Namun Kau tahu aku hanya makhluk
ciptaan-Mu yang lemah. Yang sesekali mencoba dan berpura-pura tangguh untuk
meniti jalan yang sudah Kau pilihkan untukku. Tapi di balik itu semua, nyatanya
aku masih sangat rapuh. Aku tak lebih hanya berpura-pura tangguh. Sementara Kau
tahu pasti gemuruh yang bercokol kokoh di hatiku.
Tak terlalu sulit memang bagi-Mu, tapi bagiku itu laksana batu
kerikil kecil nan tajam, pun banyak, yang bisa menggemboskan ban sepedaku. Setelah
itu, aku tak punya lain pilihan, selain harus berjalan kaki menempuh sisa perjalananku
yang belum selesai. Lengkap dengan menuntun sepedaku yang gembos karena
kerikil-Mu. Berjalan dengan tungkai kaki yang lemah ditambah beban menggiring
sepeda yang gembos itu, bebanku pun terasa lebih berat. Padahal Kau tahu persis
jarak tempuhku tidak pendek.
Tapi apa guna aku mengeluh? Hanya akan mengkerdilkan
ketegapan jalanku. Mendiskreditkan kekuatanku yang masih jauh tersembunyi. Sebab
itulah aku ingin Kau selalu menghadirkan titik nol dalam setiap detikku. Kalaulah
permintaanku itu terlalu berlebihan, setidaknya Kau bersedia menyisipkan beberapa
detik saja titik nol padaku dalam setiap hari-hari yang Kau hadiahkan untukku. Sebab
dalam titik nol itulah aku bisa sepenuhnya berserah pada-Mu. Ridha atas goresan
takdir-Mu. Dan bisa sedikit saja merasa bahagia atas itu. Sebab titik bahagiaku
ada pada titik nol-Mu. Bahagiaku adalah saat Kau memelukku erat. Saat aku tak
mampu meminta apa-apa pada-Mu, saat aku tak mampu berkata apa pun kepada-Mu,
hanya pengaduan lirih yang terlalu bergemuruh di kalbu. Pengaduan yang
kubahasakan lewat deraian airmata. Namun, justru di titik itulah aku lekat
dengan bahagiaku. Karena Kau memelukku erat dengan kasih-Mu.
No comments:
Post a Comment