Seperti apa ya rasanya menemani saudara yang sedari di dalam kandungan selalu bersama, menghirup udara dan mencuri saripati nutrisi makanan lewat placenta ibu bersama-sama? Berbagi hidup untuk terus bertumbuh dan berkembang menuju bentuk paling sempurna. Dan kemudian kita terpaksa dipisahkan persis pada saat hari kelahiran tiba. Pada saat itu kita resmi menjalani dua dunia yang sama sekali berbeda. Kalian dikorbankan, atau lebih tepatnya berkorban demi keberlangsungan hidupku yang pada suatu waktu kita akan dipertemukan kembali. Kalau lah memang begitu adanya, tidakkah kita bisa bertukar tempat hanya untuk episode menjelang lebaran yang sepi ini? Eh omong-omong, apakah kalian juga merayakan dan merasakan berlebaran? Yang sebulan sebelumnya juga haruskah berpuasa? Ataukah kalian juga memiliki ibu dan bapak, saudara-saudara persis seperti kopian keluarga besar yang kupunya? Hey, katakan padaku wahai kakang kawah dan adi ari-ari. Sebab aku ingin tahu. Aku butuh tahu tentang dunia yang kalian punya. Sebab sudah terlalu lama aku mengacuhkan kalian. Pastilah kalian kecewa memiliki saudara sepertiku. Padahal kalian selalu ada buatku. Menemani saat-saat kesendirianku. Untuk menebus keacuhanku itu, makanya aku ingin bertukar tempat dengan kalian. Aku ingin merasakan repotnya kalian menemaniku. Juga kecewanya kalian yang selalu aku acuhkan. Maafkan jika baru kali ini aku melakukan monolog dengan kalian. Tapi kutahu kalian mendengarku. Dan terimakasih untuk segala pengorbanan yang telah kalian persembahkan bagi keberlangsungan hidupku. Suatu waktu, aku pasti akan berbahagia bertemu kalian lagi nanti. Tapi sebelum masa itu tiba, tetaplah disini menemaniku. Sebab aku memang butuh teman. Dan terpenting sebaik kalian.
*Sebuah catatan dan percakapan monolog dengan saudara jauh namun sesungguhnya sangat dekat.
Sebuah salam untuk kakang kawah
dan adi ari-ariku di alam mereka yang tak kutahu seperti apa.
Sebuah catatan monolog selepas magrib
menjelang isya.*
No comments:
Post a Comment