Inilah sakit itu. Akumulasi dari keinginan-keinginan kecil
yang belum juga kesampaian. Akhirnya sebulir keinginan itu perlahan namun pasti
menunjukkan kekuatannya. Merobohkan system pertahanan yang paling
dihindarkan.
Inilah bentuk kesakitan itu. Rupa yang terus bermetamorfosa
menuju bentuk paling sempurna. Tanpa lelah.
Inilah rindu yang terus membelenggu. Hampir mematikan semua
imun tubuh. Atau jangan-jangan malah sudah?
Ya, nyata-nyata kurasa bahwa inilah sakit itu. Sebongkah
perasaan rindu yang terus menerus menggulung arus waktu yang sayangnya tak
mampu kutangkup, terlebih lagi untuk kusalurkan.
Alangkah sakit rupanya merindu itu. Terlebih merindu mereka
yang teramat jauh. Ah, rupanya bukan! Bukan mereka yang jauh. Akulah yang jauh.
Lebih tepatnya akulah yang memilih menjauh. Memilih terlempar jauh dari segi
dimensi jarak, ruang dan waktu dari mereka yang kutahu terus menggelindingkan
do’a untukku.
Rindu ini, sakit merindu ini, mungkin masih akan terus
membelengguku. Sampai kapan, entah! Menyiksaku dengan cara yang paling manis
dari semua cara yang ada. Menyusup lewat alam mimpi. Berkembang liar dalam
dunia imaji. Dan menyapaku dengan berbagai cara-cara lainnya. Duhai, alangkah
sakit rupanya merindu.
Masih terrekam jelas sebentuk wajah satu demi satu orang-orang
yang sedari dulu kusebut sebagai keluarga. Satu demi satu wajah itu berganti dalam
slide imajiku. Wajah ibu yang mulai menua. Wajah ayah yang tampak lelah. Juga
wajah-wajah bocah yang tampak selalu ceria. Ah, semua wajah itu entah dengan
kejamnya atau malah dengan baiknya menyusup lewat alam mimpi. Membuatku seakan
sesak napas. Memaksaku harus semakin keras membangun benteng pertahanan. Membuatku dengan tanpa sengaja menabung
pundi-pundi rindu. Dan betapa sakitnya bikin aku ngilu.
No comments:
Post a Comment