Terlalu banyak hal yang tidak
kuketahui. Tentang hidup. Tentang dunia. Tentang semesta. Dan bahkan tentang
diriku sendiri. Ya, ironis memang.
Entahlah. Akhir2 ini aku seringkali merasa
tidak berada dimana-mana. Tidak menapak
pada satu tempat yang nyata. Tidak disini. Tidak juga disana. Aku gamang.
Sialnya, entah oleh apa. Seringkali aku terjebak pada labirin yang kuciptakan
sendiri. Padahal labirin itu, bukankah seharusnya aku paham betul setiap
detilnya? Bukankah seharusnya aku tak tersesat didalam labirin rancanganku
sendiri? Bukankah seharusnya aku bisa menemukan jalan keluar itu bahkan dengan
menutup mata? Ya,seharusnya begitu. Memang seharusnya begitu. Tapi hidup sama
sekali berbeda dengan labirin. Sekalipun labirin itu buatan kita sendiri.
Aku belajar menapaki kisah
hidupku yang baru setelah akhirnya aku memutuskan sesuatu. Satu keputusan besar yang kubuat entah berdasar analisa apa. Keputusan itulah yang akhirnya berbuntut kegamangan pada tegak langkahku. Balon yang kugenggam erat akhirnya pecah, meletus, padahal balonku tidak hijau. Tapi aku tak ingin menyesal karena aku sudah memilih. Benarkah aku? Salahkah aku dengan pilihan itu? Hmm... Entahlah. Tipis sekali ternyata bedanya penyesalan dengan penerimaan.
Tentang kisah hidupku yang baru, seperti yang kutuliskan tadi. Sejujurnya ini sama sekali tidak baru. Beberapa tahun
lalu, aku pun pernah berada pada fase yang nyaris sama. Tapi kali ini, rasanya
menjadi jauh berbeda. Kali ini aku ingin lebih berani, sekalipun getir itu
masih kental membayangiku. Aku tak ingin lagi pura-pura takut atau bahkan pura-pura
berani menghadapi garis hidupku. Bersamanya atau tanpanya. Aku membiarkan
segalanya mengalir sebagaimana adanya. Bahkan tanpa pengharapan apa-apa.
Kekosongan
ini memang tidak akan membawaku kemana-mana. Tapi aku butuh satu keberanian.
Berani sendiri. Berani membunuh mimpi indahku. Berani mengubah haluan do’aku. Berani
membiarkannya lepas. Berani membiarkan diriku bebas tanpa pengharapan apapun. Sebab
aku tak ingin lagi merasakan sakit hanya karena mengingatnya. Hanya karena tak
bersamanya. Ya, seperti yang kukatakan kepadanya “aku ingin melarungkan
sejauh-jauhnya perasaanku kepadanya.” Kemana ia akan berlabuh? Aku sendiri tak
tahu. Maukah kalian membantu?
No comments:
Post a Comment