Friday, January 20, 2017

Ceracau Aliran tanpa Hambatan

"Kalau airnya ngalir, enak ya?". Itu adalah pertanyaan teman saya mengenai wastafel yang mampet di sekolah saya. Biasanya wastafel itu kita pakai untuk mencuci tangan ketika hendak makan atau setelah melakukan kegiatan, atau kapanpun ketika kita ingin mencuci tangan. Airnya mengalir ke pembuangan tanpa terhambat. Tapi kini saat wastafel yg biasanya digunakan sehari-hari mampet, akhirnya untuk sementara waktu tidak bisa digunakan. Terpaksa berjalan agak jauh, pindah ke wastafel lain.

Dari satu pertanyaan itu imaji saya terbang jauh. Ada yang tetiba berbisik dalam diri saya "kalau amal jariyahnya banyak enak ya, besok kalau sudah meninggal masih bisa mengalir ke kita terus pahalanya." Kadang2 saya suka heran dengan alam pikiran saya sendiri, tak ada yg benar2 bisa saya pahami. Meskipun ianya milik saya. Ia suka melompat kesana-kemari. Dari yang mulanya selentingan pertanyaan kecil membawa saya berpikir jauh. Alam imaji saya seringkali tak terkendali. Tapi ya saya bersyukur dengan apapun yg sudah Allah berikan ke saya, termasuk alam pikiran yang absurd ini.

Saya bersyukur dengan analogi pemikiran saya yg seringkali tak terduga. Seperti contoh diatas misalnya. Jujur saja, saya takjub dengan pemikiran yg demikian. Saya semacam diingatkan untuk selalu berbuat baik dan beramal sholih, bershodaqoh amal jariyah kepada siapa saja semampu saya. Sebab pada akhirnya amal2 itulah yang akan menolong dan meringankan hukuman dan dosa2 saya kelak di akhirat sana.

Karena alam akhirat itu ghoib namun pasti adanya, saya suka ngeri ngebayangin besok di akhirat itu gimana. Semua serba rahasia. Kita diperlakukan sebagaimana perlakuan kita di dunia. Ada Allah sebagai hakim tertinggi. Punya semua catatan dan bukti amalan dan dosa2 kita tanpa pernah kita bisa sembunyi darinya, mudah2an kelak kita mendapat ampunanNya. Amiin. Bye the way, ngomongin akhiratnya udahan ya, ngeri sendiri saya jadinya. Karena sebelum ke akhirat, kita harus mampir ke alam barzah dulu. Menunggu Qiamat datang dengan menanggung siksa kubur yang panjang. Entah sampai kapan waktunya kita dibangkitkan Tuhan.

Nah, sekarang kiita tarik benang merahnya. Kembali ke amal jariyah tadi. Kalau amalan2 kita banyak dan bermanfaat bagi banyak orang, amalan2 itu terus mengalir meskipun ruh telah terpisah dari raga. Selagi kita menanti hari kebangkitan yang entah kapan datangnya, kita mampir di alam barzah dulu. Kalau amalan2 kita banyak dan terus mengalir, banyak orang yg mendo'akan dan memanfaatkan amalan jariyah kita, kita bisa panen kebaikan di alam lain. Syukur2 berakibat siksa kubur kita diringankan atau malah dihapuskan. Apalagi jika amalan2 itu mjd pemberat timbangan amal kita di yaumul hisab, kan lumayan nambah2 amal, jadinya jarak tempuh dan waktu di surga atau neraka lebih pendek. Sebenarnya ada 3 hal yang tak terputus ke kita, masih bisa kita rasakan manfaatnya meskipun kita telah tiada lagi di dunia. Apa itu? 1. Anak yang sholih 2. Ilmu yang bermanfaat 3. Amal jariyah. Saya takut salah kalau ketiganya ntar saya jabarin, jadi end clear closed aja ya..
(Kenapa tetiba saya jadi tausyiah ya? Haha. Maafkan)

Jadi intinya saya cuma mau bilang, kepekaan rasa itu perlu diasah. Ia tak datang tiba2. Ia datang dengan perjalanan juga. Awalnya harus kita undang, tapi setelah ia datang bagaimana perlakuan kita terhadapnya? Biasa aja? Menolak dan menyangkalnya, atau 'berkenalan' lebih jauh lagi kepadanya? Semua keputusan ada di tangan kita sendiri. Mau disikapi bagaimanapun itu mutlak pilihan kita. Seperti pemikiran ini misalnya, sebenarnya ini adalah pemikiran saya sekitaran 2 bulan yg lalu, tapi kenapa baru saya tuliskan sekarang? Saya gak tahu. Setelah berbulan2 saya abaikan, ia kini memanggil saya lagi. Mungkin ia tak ingin diabaikan oleh saya. Hehe. Jadi sebenarnya tak ada yang acak pada pemikiran kita, semua adalah 'panggilan' buat kita. Sama halnya seperti panggilan adzan. Ia memanggil2 bukan hanya utk didengarkan, tapi agar kita bersegera meninggalkan kegiatan duniawi dan segera mendirikan sholat, meraih kemenangan. (Maafkan jadi tausyiah lagi). Seperti itulah panggilan kita, ia memanggil2 agar kita merespon dan melakukan sesuatu. Semoga saja kita bisa lebih peka. ^^



No comments:

Post a Comment