Thursday, September 20, 2018

Dilema Lapar

Dan rasa lapar ini terus-menerus menggerogoti, hampir tak pernah selesai. Poor me. Sebagai orang yang berbadan kurus tak jarang diidentikkan dengan orang yang jarang makan. Saya tidak membenarkan tidak pula menyangkal. Bobot badan cuma mentok di angka 43 kg, konon beberapa bulan terakhir menjadi 41 kg. What's wrong with my metabolism? I dunno.

Memang saya akui saya bukanlah orang yang hobi makan. Bagi saya makan hanya sebagai kebutuhan. Menu makanan saya pun biasa2 saja, kecuali sesekali saya memang sengaja memanjakan lidah saya untuk memancing nafsu makan. For me, it is normal. Many people did it in their life.

Namun masalahnya kini kebutuhan makan saya menjadi bertambah. Pola makan saya yang seringkali sembarangan bener2 diuji disini. Tak ayal dalam 4 jam saya acapkali merasa lapar, dalam tahap super lapar. Tapi yang lebih masalah lagi, saya seperti tidak ada nafsu makan. Lidah rasanya mati rasa. Pahit. Sehingga ketika harus dihadapkan dengan jenis makanan apapun; baik itu makanan rumahan maupun makanan restoran; buat saya rasanya hampa. Seringkali di gigitan pertama itu nasib makanan bersarang ke tempat sampah saking tidak seleranya. Alhasil makan seperti kegiatan pemaksaan. Rasanya sungguh tidak nyaman. Disatu sisi ingin menutrisi diri sendiri dan janin namun disisi lain betapa sulit mencerna sumber makanan itu masuk ke tenggorokan dan perut. Rasa penyesalan kerapkali timbul. Kenapa pola makan jadi serusak ini? Maafkan ibu nak. Semoga kamu kuat di dalam sana. Dan tolong bantu ibu untuk menjaga tumbuh kembang kamu. Percayalah, ini sulit bagi Ibu. Tapi ibu butuh support kamu. 3 hari ke depan baik2 sma ibu ya, sebab kita berdua aja di rumah. Bapak ada misi kerja ke luar kota. Jangan rewel ya nak, besok kita belajar makan pelan2 ya. Kita terus bekerjasama ya sampai sembilan bulan ke depan, sampai kamu lahir. Mom loves you. Dad loves you too. Let's fight each other.


No comments:

Post a Comment