“Being
selfish isn’t always a bad thing. Sometimes it just means that you know you
have to focus on yourself to get to where you want to be”
Kadang-kadang
kita perlu fokus pada diri kita sendiri tanpa mempertimbangkan apa yang orang
pikirkan dan apa yang orang katakan. Kita hidup di dunia tidak untuk
menyenangkan dan membahagiakan semua orang yang kita jumpai, semua insan yang
terkoneksi dalam lingkaran kehidupan kita. Bukan. Bukan itu tujuan kita hadir
ke dunia. Setiap insan punya misinya masing-masing, punya tugasnya
masing-masing. Bagaimana ia menjalani tugasnya juga menjadi tolak ukur yang
berbeda-beda. Jangan buru-buru menghakimi seseorang tanpa pernah kita tahu
bagaimana perjuangan ia sampai ke titik tersebut. Masing-masing bergelut dengan
dirinya sendiri dengan cara dan kadar yang berbeda-beda. Tidaklah bijak jika
kita menghakimi mereka tanpa kita pernah mencoba mengerti posisi dan kesulitan
mereka, tanpa pernah kita berdiri di “sepatu” yang mereka kenakan. Sepatu yang
mereka kenakan belum tenti fit untuk setiap medan perjalanan. Ada kalanya kita
perlu bertukar sepatu untuk dikenakan di medan jalan tertentu. Begitulah, ada
kalanya kita perlu mencoba memahami mereka dengan sudut pandang yang berbeda. Dengan
cara sebijak mungkin yang kita bisa. Tidak ada orang yang ingin dirinya
diremehkan, direndahkan, dikerdilkan, atau di-diskreditkan oleh orang lain. Semua
orang ingin hidup dan karyanya dihargai. Meski hanya lewat sedikit apresiasi.
Saya belakangan
hari ini sejujurnya merugi karena meratapi diri saya yang sedemikian tidak
dihargai. Saya sudah lama memahami bahwa terkadang kita berkonflik dengan orang
yang justru sangat dekat dengan kita, dulunya, tapi toh beberapa peristiwa
terulang juga. Sejujurnya saya ga habis mengerti kenapa masalah ini menjadi
begitu penting untuk saya pikirkan, untuk coba saya jernihkan. Saya tidak mau
berburuk sangka, yang saya bisa hanya menyimpan konflik ini sedapat-dapatnya
saya. Saya seperti terjebak pada hubungan persahabatan Kugy dan Noni dalam
novel Perahu Kertas karya Dee. Saya akhirnya mengerti posisi Kugy yang
sebenarnya tidak ingin mengasingkan diri dari Noni, hanya saja jarak itu kian
meruncing. Kugy akhirnya benar-benar memilih mengasingkan diri. Bukan karena
tak ingin meminta maaf atau memperbaiki silaturrahmi, tapi karena dinding ego
dalam konflik itu kian menebal dan meninggi. Tak ada celah untuk menembus ego
itu. Kugy terkucilkan karena mungkin posisinya memang lemah atau mungkin juga
ia tak punya cara untuk bertatap wajah karena tertuduh sebagai pihak yang
salah. Begitulah posisi saya, keengganan tampaknya sudah mulai mengakar,
merimbun, dan merindang. Saya terlalu takut untuk kembali mendekatinya. Saya terlalu
kecil untuk menampakkan wajah dihadapannya. Tapi aslinya saya stress, jujur
saja. Belakangan saya jadi sulit tidur karena terbawa perasaan. Terbawa permasalahan.
But it is
enough for me. Saya tak butuh pengakuan. Saya bukanlah orang yang haus pujian. Saya
aslinya tak suka tampil di depan, karena sungguh tak ada yang bisa saya
banggakan. Tak ada keuntungan tertentu yang saya dapatkan darisana. Jadi saya
memutuskan untuk “memanggil” alter ego saya yang lain. Cuek kepada apapun. Terlebih
pada hal-hal yang sekiranya mengurangi jam tidur dan ukuran berat badan saya. Saya
tidak ingin terbebani karena harus menjaga perasaan si A, B, C, D, E, atau Z. Saya
tidak ingin tampil tanpa jiwa. Saya tak ingin menjadi orang yang penuh
kamuflase. Saya tidak ingin bercermin tanpa pantulan diri saya disana. Saya tidak
ingin menjadi seperti yang orang lain inginkan tetapi aslinya itu bukanlah diri
saya. Saya gapapa dibenci orang asalkan tetap menjadi diri saya daripada saya
menjadi tipe orang yang mereka senangi tapi itu bukan saya. Ya, bukanlah sesuatu
yang egois jika kita memilih untuk” menghidupi” diri kita sendiri tanpa
terbebani oleh pihak lain, tanpa interfensi dari pihak manapun juga.
Bukanlah hal yang buruk jika kita ingin fokus
pada diri kita, pada apa-apa yang ingin kita capai, pada apa-apa yang ingin
kita genggam. Kebahagiaan bisa kita ciptakan sendiri. Bodo amat dengan
penghakiman orang lain, belum tentu mereka benar juga. Belum tentu kita
sepenuhnya salah. Bagaimana kita menjalani hari-hari benar-benar tergantung
pada cara kita melabeli sudut pandang kita. Apakah kita mau melabeli sudut
pandang tersebut dengan sesuatu yang baik ataukah dengan sudut pandang yang
buruk. Yang pasti, sudut pandangmu terhadap sesuatu itu memperngaruhi bagaimana
kamu melihat dan menilai sesuatu. Kabahagianmu tidak ditentukan oleh orang
lain. Buat saya adalah dosa besar menggantungkan kebahagiaan kita pada orang
lain. You can create your own happiness. Don’t be so much fragile. Jadi pada
akhirnya saya memilih mengakrabi alter ego saya yang lain. Alter ego yang
mengajarkan saya untuk cuek sejadi-jadinya pada orang lain dan lebih
mementingkan fokus pada kebahagiaan diri sendiri. Sebab saya tak ingin merugi
dalam menghargai diri saya sendiri. Saya ingin
menyetir diri saya ke arah yang ingin saya tuju, bukan ke arah yang orang lain
mau.
Thank you very much... 😊
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteA good writing miss, tenang aja orang lain gak bakalan ngerti apa yang kita rasa. Makany itu kita jg gak perlu mikirin perasaan orang lain. Kita hidup utk diri kita sndiri kan.
ReplyDeleteIndeed. Tapi kadang2 ya gitu deh suka terpengaruh juga kalau dikatain atau disinisin orang. How?
ReplyDeleteEmang miss.. kadang aku juga gitu. Gpp, dengerin ajaa mgkn ada gunanya juga.tp gak boleh lama2 masukin dihatinya.ntr malah sakit sndiri.m
Delete