Sunday, December 03, 2017

Story Behind Trophy

 As a coach, I consider this trophy is never be mine. It doesn't matter at all. I still thankful that I am able to compete with myself.

Sempet khawatir pada diri sendiri bahwa kali ini tidak akan berhasil membawa pulang Trophy puncak ajang kompetisi. Kurangnya waktu untuk melakukan seleksi menjadi kendala tersendiri. Then, all I can do is just praying to the Almighty God.

To stop my heartbeat, I read Al-Qur'anul Kariim, sesaat menjelang lomba. Then during reading Qur'an suddenly I got idea to put my students' name on the battle. Then I regret on it. Tetiba datanglah sesal-sesal yang terlambat dideteksi. Kenapa nama ini tidak ditaruh di cabang lomba ini, kenapa nama itu tidak ditaruh di cabang lomba yang itu, barangkali disanalah peluang mereka terbuka untuk berkompetisi sesuai kemampuan mereka. Dan barangkali kemungkinan peluang mereka untuk menjadi juara tidak semu adanya. Maafkan miss Eci yang mungkin tanpa sengaja berbuat dzolim pada calon-calon juara. Maafkan miss Eci yang masih banyak cacatnya 😢😢😢🙏

Ini adalah Piala terakhir yang mungkin saya bisa persembahkan di ajang kompetisi sekolah ini. The next year, it will be someone's return, someone's responsible. I hope she will be much more better than me to do magnificent job. She must be do that. 💥💥💥


Susah-susah gampang mempertahankan gelar piala kemenangan dan piala puncak ini. Kuncinya hanya satu: perbaiki di bacaan Al-Qur'an anak-anak, In Sya Allah peluang kemenangan terbuka lebar darisana. In Sya Allah poin bisa didulang dari cabang lomba Tartil. Selamat bekerja... *tetiba pengen handshake sama pengganti saya 🍃😅*

PS:
Kalau mau bawa pulang Trophy puncak kemenangan harus bawa 6 piala kemenangan tunggal. By the way, 6 itu banyakkkk 🍃 🍃 🍃

No comments:

Post a Comment