Hari ini, seharian penuh ini, Indonesia dikejutkan dengan
kabar berpulangnya Ustadz Jefry Al-Bukhari , atau yang kerapkali akrab di sebut
sebagai ustadz Uje. Beliau adalah seorang ustadz muda yang cukup berpengaruh di
dunia dakwah Indonesia. Hampir semua stasiun tv nasional menyajikan berita
tentang berpulangnya ustadz muda gaul ini, sepanjang hari dari segala sisi.
Mulai dari kronologi peristiwa kecelakaan yang menimpa almarhum, rekam jejak
riwayat beliau yang tak luput dari dunia hitam-putih, sampai juga pada sisi
keluarga yang ditinggalkan. Tak lupa pula percobaan membaca “firasat” yang
terjadi pada orang-orang di sekitar beliau. Ya, begitulah kematian. Segala hal
selalu mencetak tanda-tanda, termasuk kematian. Tapi manusia tak pernah mampu
membaca detil dan mengartikan dengan tepat setiap tanda-tanda atau firasat yang
terjadi. Wallahu’alam. Itu menjadi rahasia terbesar Tuhan yang selamanya tak
pernah di ketahui, apalagi dipahami manusia. Maka selamanya itu akan menjadi
tanda atau firasat. Tersembunyi dalam tabir-Nya. Well, selamat jalan ustadz
jefry Al-Bukhari. Semoga mendapat tempat yang terbaik di sisi-Nya. Amin ya Robbal
‘alamin.
Dari sajian pertelevisian Indonesia tentang kabar duka hari
ini membawa ingatanku bergulung mundur. Ya, masih berhubungan dengan kematian.
Di pertengahan tahun 2006, keluargaku mau tidak mau menerima kabar duka dengan
berpulangnya pakde dari bapakku ke hadapan sang Khalik. Beliau meninggal karena
sakit. Kesedihan dan airmata jelas tampak pada wajah keluarga besarku. Dan diantara
wajah sayu keluarga besarku kala itu, entah kenapa aku lebih tertarik menilik
wajah sayu nenekku, ibu dari pakdeku yang meninggal. Dengan imaji liarku aku
membayangkan bagaimana perasaan nenekku yang sebenarnya kala itu? Dengan mata
abu-abunya dia memandang sayu pada raga anak lelaki sulungnya yang tak lagi
bernyawa. Raga itu telah membeku. Tak lagi bisa bergerak ataupun memberi respon
pada orang-orang di sekelilingnya. Tak lagi bisa merengek ataupun
bermanja-manja padanya. Sesekali airmata satu-satu tampak jatuh dari mata
tuanya.
Entahlah. Entah aku yang berlebihan dalam menafsir tanda-tanda
itu, ataukah memang demikian keadaan sebenarnya yang terjadi dalam benaknya. Aku
menduga pastilah beliau sangat terpukul di tinggal pergi anaknya. Bagaimana
hebatnya perasaan yang menggerus batinnya ketika melihat anak yang dulu pernah
dikandungnya tak disangka lebih dulu meninggalkannya. Betapa mungkin beliau menyimpan pengharapan
besar untuk kehidupan anaknya, bahwa kelak di hari dia tak lagi bernyawa,
beliau berharap anak-anaknya lah yang akan menghormati dan mengurus jenazahnya
kelak. Bukan sebaliknya. Betapa memorinya mengundangnya mundur berpuluh-puluh
tahun lalu, memaksanya mengingat kembali bagaimana anak itu menendang nakal
perutnya selama ia ada dikandungannya, bagaimana tubuh mungil pertama berjenis
kelamin lelaki lahir dari rahimnya, bagaimana anak itu menangis untuk pertama
kali, bagaimana anak itu pertama kali menyusu padanya, menangis dan menggangu jam
tidurnya, jatuh bangun ketika belajar berjalan dan berlari, tumbuh besar ,
sekolah dan kemudian menikah, memberinya cucu-cucu yang sehat, lucu dan pintar.
Dan lengkaplah hidupnya, bahagia di tengah keriuhan anak-anaknya. (Yah, jadi
mewek deh gw) Tapi ya begitulah, betapa usia tak bisa di tebak. Usia tak mampu
menjanjikan apapun. Buatku, inilah barangkali kesedihan terbesar seorang ibu
dimana ketika ia tua, tubuh renta dan mata tua abu-abunya dipaksa melihat tubuh
anak yang amat disayanginya tak lagi bernyawa. Pergi jauh untuk selamanya tanpa
pamit izin kepadanya, padahal dulu ketika anak lelakinya pergi bahkan hanya ke
tempat tetangga sebelah tak lupa selalu izin kepadanya.
Ya, betapa hidup begitu penuh misteri. Betapa hidup hanyalah
persinggahan sementara untuk menuju ke alam yang jauh lebih abadi. Barangkali
perjalanan hidup adalah untuk bertemu maut. Sebab, tiap-tiap yang bernyawa
pasti akan mengalami kematian. So, sudah seberapa jauh kita mempersiapkan bekal
untuk bertemu pada-Nya? Kembali ke asal-muasal kita sebagai makhluk ciptaan-Nya?
PS: Ini tulisan random. Gak ada maksud apa-apa didalamnya. Tidak juga menjadi satu kesatuan yang utuh antara introduction, body, and conclusion-nya. Benar-benar random. :p
No comments:
Post a Comment