H-1 menjelang event temu penulis Dee, aku masih saja hidup
dengan mimpi yang terlalu tinggi. Dan sayangnya mimpi itu terlalu sulit untuk
kubendung, ia menggaung keras dan terus menerus menggedor ruang-ruang kalbu.
Aku ingat, satu waktu, aku bersama teman satu jurusan di
kampusku join di acara talkshow bareng Dee. Di acara itu kami berdua have fun
bareng. Menikmati setiap detik waktu yang melaju selama beberapa jam saja untuk
menikmati atmosfir bersama Dee dan pecinta Dee lainnya. Talkshow yang mengupas tentang
dunia baca-tulis itu berjalan sangat seru. Petuah-petuah tentang proses kreatif
menulis menjadi cambuk yang mampu menyemangati 2 orang calon sarjana sastra
kala itu. Dan ga sengaja kita reflex berjanji ala-ala Dimas dan Ruben dalam
novel serial Supernova-nya Dee “10 tahun dari sekarang, kita harus punya karya
ya. Kita harus sudah menjadi penulis. Kita harus sudah punya buku”. Dan demi
Tuhan, ngomong gitu doang aja rasanya gemetaran. Kesambet apa ya sampe bisa
ngomong gitu waktu itu? @.@ (Semoga ada malaikat yang mengaminkan celoteh kami waktu itu. Amin.)
Itu rasanya janji tergila yang pernah aku lakukan. Hebatnya
lagi, temanku mengiyakan. Jadilah semangat menulis semakin menyala-nyala. Eh, selang beberapa
menit kami mengikrarkan janji itu, mbak Dee nya ngomong “Hakikat menulis itu
adalah untuk menulis. Jangan pernah berfikiran untuk menulis hal yang
masterpiece, best-seller, or whatever the name is! Menulislah dengan hati. Dan bla
bla bla…” Hahaha. Langsunglah kami berdua ngakak mendengar petuah mbak Dee itu. Belum lagi
apa-apa, ikrar kami itu sudah dibantah oleh penulis yang sama-sama kami kagumi.
*Nyaris kami berburu novel terbitan terbaru Dee di hari pertama karyanya
diluncurkan.* Kebodohan, atau kesombongan kami kali ya tepatnya, dibantahkan sepersekian
detik paska kami ikrarkan. Hahahaha. Calon penulis yang bodoh, dan sombong
lagi!*Mohon jangan ditiru.*Dan semoga tidak dikutuk Tuhan.
Kini, lepas beberapa tahun setelah pertemuan itu; setelah
ikrar janji gila itu lebih tepatnya; rasanya ada yang selalu mengusikku. Selalu
menagih janji yang dulu sempat aku ikrarkan. Aku pun kini me-review rekam jejak
semangat yang kupunya, juga aksi-aksi yang kira-kira menunjang mimpi gilaku
dulu. *walaupun sampai sekarang masih juga sih* Rasanya aku bermimpi terlalu
tinggi, pun terlalu pagi. Huft.
Disanalah letak kesalahanku, aku terlalu tinggi bermimpi.
Dan apa yang kulakukan pada mimpi-mimpiku itu? Aku terus menerbangkannya
tinggi, tinggi, lebih tinggi, dan semakin tinggi lagi, tapi sejauh ini belum ada
satu aksi nyata yang kuperbuat terhadap mimpi-mimpiku itu. Yup, it's like a kind of big bullshit, huh??!! Aku sama sekali belum mencoba merealisasikannya! Aku belum menginvestasikan
waktuku untuk menulis! Belum juga mengasah ide. Belum satu kalimatpun aku ketik
sebagai “pancingan” ide demi mengembangkan kerangka-kerangka tulisan. Aku belum melakukan semua itu. Huuuuuuaaaaa,
lalu haruskah aku melupakan mimpi yang sudah terlanjur terbang meninggi???
Sementara salah satu teman terbaikku sudah punya karya
tulisan. Tanpa koar-koar dia diam-diam melatih proses kreatifnya, dan jadi!
Cerpennya bahkan sudah dipublikasikan di beberapa majalah. Cap penulis sudah
melekat dijidatnya. Temanku yang lain, yang hobi menulis juga, malah mencoba
membuat hasil karya tulisan. Draft mentahnya pun sudah ada ditanganku, sudah
kubaca juga, karena ia memang sengaja mengirimkan tulisannya padaku. Padahal
nih anak secara geografis jauhnya minta ampun dariku. Sementara aku??? Masih
sibuk ingin jadi penulis tapi belum juga belajar menulis yang benar-benar
dijadikan karya. Aaaaaaaah, payah banget sih aku ini?? Hey alien, suntikkan aku
semangat dan ide dong???*Begging to smart and brilliant aliens. I (still) wanna
be a writer.*Merapal mantra.
semangat kaka :*
ReplyDeletehahaha. Iya, trimakasih cantik.
ReplyDeleteKamu juga ya? :)