***
Aku suka pada ketampanannya. Wajah lelaki jawa. Ah tidak!
Aku suka senyumnya. Oh bukan, aku suka binar matanya. Tatap matanya lembut. Ah,
tutur katanya juga halus. Barangkali seperti hatinya. Aku bersyukur bertemu
dengannya. Amat sangat bersyukur.
Meski telah tampak kerutan halus pada wajahnya, juga kulit
tubuhnya, tetapi ia masih terlihat gagah. Juga bergelora. Dan aku masih
berbangga memilikinya. Lihatlah, betapa lembut hatinya. Aku sejenak menahan
napas dan merasakan tenggorokanku tersekat sesaat ketika ia menunjukkan
kelembutan hatinya. Aku hampir tak percaya bisa melihatnya langsung di depan
mataku.
Sepertinya ia seorang yang pernah terlukai oleh sejarah.
Entah oleh apa. Tampak lewat tatapan matanya yang kosong saat ia bercerita
tentang kehidupannya, tentang dunianya. Padahal aku sedang menikmati sepotong
ceritanya. Lalu ceritanya terhenti, tiba-tiba kudengar serak suara, mata basah,
juga butiran airmata satu-satu tumpah. Miliknya. Pemandangan berikutnya kulihat
ia merogoh saku celananya demi menemukan selembar sapu-tangan. Ia menghapus
airmatanya. Ia berusaha menjaga kestabilan emosi, lalu ia berusaha bercerita
lagi. Namun, airmata satu-satu itu sesekali tampak jatuh. Aku terharu. Ah, tak
kusangka ia seorang yang berhati lembut.
Pertama kali aku mengenal namanya dari seorang guru. Saat
itu umurku kira-kira 15 tahun. Entah oleh keberanian apa aku berani bersuara
pada guruku bahwa aku ingin meminjam buku susastra. Lalu guruku memilihkan
karyanya. Sebuah buku sastra berjudul Kubah. Padahal guruku itu menyebut nama
pengarang asing yang beliau favoritkan, yang kini juga menjadi pengarang
favoriku, Sidney Sheldon. Dari cerita singkat yang guruku paparkan terdengar
amat menarik ditelingaku. Ingin rasanya aku membaca buku itu. Tapi tidak,
guruku tidak meminjamkan karya Sheldon, guruku memilihkan karya penulis nasional.
Penulis itu bernama Ahmad Tohari. Seingatku, itulah pertama kali aku membaca
buku susastra, klasik pula. Darisana lah barangkali tumbuh bibit cinta
dihatiku. Pada buku pada umumnya, juga pada karya Ahmad Tohari pada khususnya.
Untuk Sidney Sheldon itu menjadi kekhususan berikutnya.
29 April 2012. Sebuah tanggal yang akan ku kenang dan tak
ingin kulupakan. Sebuah tanggal yang membuktikan bahwa Tuhan sangat baik padaku
sebab Dia berkenan mempertemukan aku dengannnya. Mendengar sepenggal kisah dari
lembar perjalanan hidupnya. Juga mengenal sedikit karakter dari sekian karakter
yang melekat padanya. Sebuah nama dan sosok yang dulu sama sekali tak pernah
terfikir bahwa aku bisa bertemu langsung dengannya, seorang penulis ternama. Ia
bernama Ahmad Tohari. Penulis yang kukagumi karena kesederhanaannya. Alasan
lain setelah aku bertemu dengannya, aku suka pada senyumnya, lihatlah manis
sekali. Juga binar matanya, binar mata yang begairah memperbaiki peradaban manusia.
No comments:
Post a Comment