Tuesday, February 11, 2014

Ketakutan tak Berdasar



Aku tak tahu kenapa tetiba aku merasa takut. Untuk pertama kalinya aku merasa takut mencintaimu. Takut kalau sewaktu-waktu aku tak lagi bisa berbagi duniaku denganmu. Takut kalau sewaktu-waktu kita saling berjalan berlawanan arah. Takut kalau sewaktu-waktu kita tak lagi mampu menepis titik ego kita masing-masing, hingga titik tuju itu tak lagi menyatu. Tak lagi tampak dekat dan indah, namun justru semakin menjauh dari titik rengkuh kita. Dan apa yang bisa kita lakukan untuk semua itu? Tidak ada! Ya, sayangnya tidak ada. Kita tak bisa melakuka apa-apa. Entahlah. Inilah untuk pertama kalinya aku merasa takut yang barangkali tidak berdasar.

Tak ada yang salah dengan hari-hari kita, paling tidak akhir-akhir ini. Tapi entah kenapa perasaaan takut itu tiba-tiba menyerangku. Membelengguku. Menghantam keyakinanku yang telah menahun kusemai dengan pupuk terbaik. Tiba-tiba alam pikir liarku berkecamuk. Aku terjebak dalam labirin yang kubuat sendiri. Bahkan hanya membayangkanmu melangkah pergi dari alur hidupku saja tegak jalanku serasa pincang. Duniaku rasanya tak lagi seimbang. Lalu bagaimana jika imaji itu berjuang menang? Entahlah. Barangkali aku harus lebih belajar lagi tentang arti melepaskan.

Melepaskan. Kenapa tiba-tiba kata itu yang terlontar? Entahlah. Inilah ketakutanku yang tak berdasar. Seperti ada bahasa alam yang membisikkan lirih pada indera pendengaranku. Aku takut. Aku menolak. Aku menyangkal. Tapi perselisihan kita serasa bergaung nyata. Kita tak bertengkar, hanya berselisih yang barangkali bukanlah hal yang besar, namun tak juga cukup untuk dikatakan kecil. 

Melepaskan. Tak pernah mudah memang memaknai kata itu. Tak semudah mengeja rangkaian huruf demi huruf yang melekat padanya. Nyatanya, orang butuh keikhlasan tinggi untuk bisa memahami dan menerapkan kata itu. Membiarkan apa yang semestinya terjadi, barangkali itu juga merupakan bagian dari melepaskan. Sekalipun kau menolak mati-matian. Ah tidak, sekalipun aku menolak mati-matian.