Sunday, October 29, 2017

Korelasi Cinta dan Warna

Rasanya jatuh cinta bagi saya seperti ketertarikan pada warna. Hanya satu warna. Lama saya menjatuhi ungu dengan penuh cinta seolah saya adalah seorang pengidap buta warna. Seolah saya tak pernah berkenalan dengan warna lain yang ternyata mereka indah, walaupun beberapa. Kuning atau Merah misalnya. Hehe. Ssstt...beberapa tahun belakangan saya mulai berani 'melirik' warna Merah dan Kuning sebagai second and third layer of my favorite colours. Saat itu saya merasa mulai menghianati Ungu. Haha, perasaan macam apa ini??? Huft.

Saya tak tahu kapan persisnya saya mulai menyukai ungu, lalu jatuh pada fase mencintai, lalu tergila-gila, lalu nyaris abadi dalam mencintai satu-satunya warna. Yang saya ingat saat penghujung SD saya mulai mengenali diri sendiri dalam melabeli warna favorit saya. Jatuh hatilah saya pada Ungu. Warna yang dulu pun hingga kini sering disebut orang sebagai warna ja***. Saya tak tahu apa sebab ia dilabeli begitu tapi saya tak peduli. Saya tak mau ambil pusing. Hati saya enggan bergeming. Saya tetap memfavoritkan Ungu sebagai warna yang paling menarik hati saya. Sampai-sampai jadilah ia sebagai warna spiritual saya.

Seperti menjatuhi Ungu dengan penuh cinta begitulah saya dalam mencintai seorang lelaki. Lama sekali baru saya bisa menyadari bahwa ada 'warna' lain selain seorang yang dulunya saya sebut kekasih. Ada insan lain yang ternyata diluar pertimbangan saya ia gigih dalam mencinta. Tak peduli betapapun cueknya saya terhadapnya. Tak peduli betapapun 'buta-nya' saya seperti halnya mencintai warna. Hanya satu warna. Lelaki itu tetap berdiri di depan pintu menunggu senyum terbaik saya untuknya. Yang bikin sesal adalah kenapa saya terlambat menyadarinya? Kenapa saya terlambat menerima bahwa ia adalah warna lain selain Ungu, Kuning atau Merah tersebut misalnya. Maka jatuhlah saya pada perasaan 'berkhianat' fase dua. What a feel, right?? Ahhaha.

Kini saya mulai menikmati perasaan semacam ini. Perasaan seolah 'berkhianat' ini. Rasanya tak salah mencanangkan plan B jika plan A tidak bekerja dengan semestinya. Tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Jika plan A gagal, bukankah masih ada alfabet lainnya? Sekurang2nya ada 25 alfabet dan alternative lain yang bisa diuji coba terapkan. Bukan malah balik lagi ke alfabet yang telah dilampaui karena pada akhirnya kita hanya diperkenankan bergerak maju, bukan malah sebaliknya.

Apa yang saya rasakan dari 'berkhianat' ini? Hmm... Saya jadi lebih mengenal warna. Saya jadi lebih 'kaya'. Saya tak lagi ada dalam fase buta warna. Saya tak lagi menjadi katak dalam tempurung karena saya sudah menjadi katak yang lompat-lompat kesana-kemari. Saya menjadi makhluk yang lebih berbahagia. Entah kenapa tetiba jadi ingat Rapunzel yang baru keluar dari kastil. Haha. Teringat pada adegan betapa euforianya ia ketika melihat dunia luar. Kastil bukanlah satu-satunya tempat ternyaman sekalipun kata Ibu palsunya kastil adalah tempat teraman bagi Rapunzel. Seperti itulah saya. Sangat berbahagia. Yu Jin mengeluarkan Rapunzel dari kastil, dan seseorang menyelamatkan saya dari 'buta warna'. Kini tinggal bagaimana menikmati ini semua dengan konsistensi tinggi. Welcome to the new chapter of life, Ucrit Violette. Have a blessed and grateful and wonderful life...

Thursday, October 26, 2017

Annoying Subconscious

Masihkah ini boleh disebut intuisi? Setelah pergolakan2 batin yang hampir membuat saya kejang2, kecamuk2 jiwa yang nyaris membakar diri sendiri dan hal2 lain yang bahkan saya tak mampu untuk melabelinya? Bolehkah saya percaya dengan kemuflase ini semua? Haruskah saya berbalik menatap ke arah yang semu adanya? Mengulang hal2 yang sebenarnya kapan pun bisa membikin saya meledak bak balon yang dijejali helium terlalu banyak? Ahhhhh... Saya tak mengerti.

Rasanya cukup sudah saya berteman dengan gravitasi. Sungguh tidak nyaman melayang-layang di udara tanpa kendali seseorang di bumi. Mengawang-awang bukan lagi menjadi tempat terbaik untuk terbang. Sudah saatnya menapak di bumi, berjejak dengan seseorang yang tak enggan mengakui label kepemilikan.

Subconscious. Apa lagi yang harus saya percayai setelah ratusan atau bahkan ribuan hari berteman dengan keragu-raguan? Apa lagi yang perlu saya pertimbangkan setelah tak satupun keyakinan masa lalu berseri wajahnya kini? Akankah kebodohan-kebodohan masa lampau dipersilakan untuk diulang? Duh Gusti, pertanda apakah ini? Tolong... Kosongkan jiwa saya sepenuhnya agar saya bisa mengerti. Dan harus mengerti jika memang harus begini cara saya Engkau uji.

Rasanya saya tak jago dalam mengasah intuisi. Semua kepercayaan-kepecayaan gila terbesar saya belum pernah menjadi nyata. Kespesifikan dalam melabeli diri sendiri pun kerap kali terkecoh, tak ada yang benar-benar tepat dalam mentafsirkan tanda-tanda. Entah karena masih kurang percaya atau memang ianya semu adanya. Subconscious tak lain nyaris membikin saya tak waras. Mendekati gila. Meracuni logika. Sekali ini saja ijinkan saya menjadi manusia normal tanpa pertanyaan-pertanyaan batin yang selalu membikin saya menyalahkan diri sendiri. Tak seharusnya saya begini. Mari bantu saya menamatkan cerita apapun yang sudah tak lagi perlu. Masa depan adalah satu-satunya harapan. Disanalah waktu dan tempat terbaik untuk memulai hari baru. Lembar hidup baru. Dengan tinta yang tak lagi 'biru'. Dengan satu nama dan wajah baru. Bismillah.

Monday, October 09, 2017

Feeling Empty

All of this is temporary. Mantra ini yang seharian ini perlu saya rapal. Demi memperbaiki mood yang kalau balau. Demi menerapi diri sendiri bahwa segala hal yang terjadi hari ini adalah sementara adanya. Tak boleh bercokol lama-lama di dada. Tak boleh remuk oleh perasaan insecure yang entah berasal darimana. Tapi aduhai, susah sekali mempercayai mantra tersebut akan dengan mudah bekerja. Sekalipun sudah disertai dengan Bismillah.

Saya tak ingin putus percaya pada keajaiban. Entah sudah kali keberapa saya mencoba terus percaya bahwa keajaiban masih bersedia menyapa saya. Bahkan disaat genting sekalipun. Bahkan di masa-masa tak memungkinkan sekalipun. Saya tak peduli. Saya masih ingin disentuh 'keajaiban'. Putus percaya sama dengan saya kalah. Berhenti memaknai sama dengan harus gigit jari. Stubborn yang melekat di diri saya membuat saya sulit sekali menerima bahwa saya harus menerima keadaan sebagaimana adanya. Harus ada yang saya upayakan. Walaupun hanya lewat do'a.

Saya tak pernah sesakit ini ketika saya harus mentok pada keadaan. Rasanya tak ada lagi tawar menawar yang bisa dipertimbangkan. Nyeri sekali mengetahui bahwa saya kalah dengan langkah sebegini dini. Sedih sekali karena yang bisa saya lakukan hanyalah menghibur diri sendiri. Sejujurnya saya masih belum menerima. Ada banyak 'kenapa' di kepala saya. Yang sialnya ia bergema semau-maunya. Tak ada jawaban yang bisa saya berikan. Bahkan untuk diri saya sendiri. Ironic! Saya seperti tak mengerti dengan diri saya sendiri.

Saturday, October 07, 2017

Semburat Fajar Senja

Kamulah Fajar dan aku Senja. Kamu hadir menggantikan senja yang ditinggalkan orang. Yang ketika petang datang ia dinanti mereka pengagum senja, namun ketika malam menggeser senja yang diidamkan serta merta mereka hilang entah kemana. Seiring gelap malam menyapa, hilang juga manusia pengagum senja. Namun justru disitulah peranmu bekerja. Kamu akan datang setelah senja tak lagi diidamkan. Kamu datang untuk menyambut hari baru yang menyegarkan. Setidaknya kamu datang untuk mengantarkan senja pada harapan. Sebab tak akan ada senja berikutnya jika fajar tak datang.

Jauh sekali masa kita bertemu. Kita tak bisa disanding bersamaan karena kita bekerja atas kehendakNya. Yang bisa kita lakukan sejauh ini hanyalah saling mendo'akan. Semoga titik tempuh yang jauh untuk kita bertemu sapa berkah adanya. Pun ada kepatuhan disana. Semoga kita tidak tergesa.

Kamulah fajar yang siap mengiringi indahnya hari bersama senja. Kamu datang sebagai harapan hari baru. Kamu datang sebagai pembuka hari dengan keindahan tersendiri. Lalu senja yang akan menutup hari tersebut. Dengan keindahan cara lain. Sebelum dan sesudah fajar atau senja datang kita akan bersahabat dengan pagi, siang, sore, malam, dan juga dini hari. Kita akan bersahabat baik dengan mereka. Sebab mereka adalah teman kita. Mereka datang dengan kepatuhan kepada semesta. Layaknya kita. Mereka akan jadi saksi betapa kita saling mendukung dan merindukan. Betapa kita saling mendo'akan. Betapa kita saling tergila-gila pada pesona yang dititipkanNya kepada kita. Betapa kita saling menjatuhi cinta. Betapa kita ingin selamanya patuh kepada Semesta dengan keindahan yang berbeda.

Sunday, October 01, 2017

Menunggu Hati Penuh Cinta

Benarkah cinta memihak mereka yang menunggu? Hmm... Ceritanya anaknya barusan baca buku. Di buku nemu tulisan yang ketika selesai dibaca jadi bertanya-tanya sendiri. Benarkah demikian adanya??

Saya pernah ada dalam fase itu. Saya bahkan cenderung jatuh terlalu dalam, terjun bebas tanpa perhitungan, berteman dengan gravitasi yg rasanya aduhai sekali. Tapi sedikit banyak saya mengakui, benarlah apa yg dikatakan penulis. Saya pernah pernah menunggu dan cinta pernah berpihak kepada saya. Walaupun tidak untuk selamanya. Temali itu akhirnya kandas. Entah oleh apa. Lalu, setelah itu saya juga pernah jatuh dalam masa tunggu, tapi kali ini ia tak berpihak pada saya. Saya kalah oleh keraguan yang megah. Saya tak mungkin bersamanya, atau tepatnya dia lah yang mungkin tak menginginkan saya. Dia lah yang mungkin tak ingin bersama saya.

Dan sekarang saya kembali menunggu seseorang yang hanya akan bersedia menggapai saya. Betapapun sulitnya. Tidak mudah berhubungan dengan saya. Mood yang bisa datang kapan saja, bisa menyentil emosi dan imaji yang membakar diri sendiri. Ujung2nya tak ada yang tahan dengan sikap tak karuan saya. Tapi percayalah, saya tak pernah mengundang sentimentil dan emosi buruk itu dengan sengaja. Semua yang dibutuhkan untuk menghadapi saya hanya cinta. Cinta yang kuatlah yang akan bertahan. Memberantas apa saja. Dan sekarang, itulah masa penantian saya. Menunggu seseorang yang dengan tangan terbuka menerima apa adanya saya. Yang bersedia menyediakan pundaknya untuk saya bersandar ketika lelah ataupun tak berjiwa. Bersedia menjadi sparing partner dalam hal apa saja. Bersedia dalam mengembangkan kemampuan saya, dan meminimalisir ego-ego yang tak perlu. Dari buku yang barusan saya baca, yang saya tahu saya hanya perlu menunggu. Saya harus menunggu. Hingga waktunya tiba. Semoga tidak lama. Aamiin

Menunggulah. Sebab cinta akan hadir disana. Hati yang penuh cinta akan datang menggapai dan menggenggammu. Menggenapi hal-hal yang ganjil dalam dirimu. Maka bersabarlah. Tunggulah dengan hati yang penuh cinta pula *Talk to myself*